Sabtu, 10 September 2011

PEMBAGIAN HADIS


     A. Hadist Ditinjau dari Segi Kuantitasnya.
          1. Hadist Muttawattir
              a. Pengertian Hadist Muttawatir.

          Muttawatir dalam Bahasa Arab berarti Al-Mutatabi’, berarti yang datang kemudian, beriring-iringan, atau beruntun. Secara istilah terdapat beberapa pengertian. Diantaranya :
“ Hadis yang diriwyatkan oleh sejumlah orang banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat untuk berdusta dari sesama jumlah banyak dari awal sanad sampai akhir sanad”.
“ Hadis yang didasarkan oleh panca indera (dilihat atau didengar) yang diberitahukan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banayak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat berbohong.


            Jadi dapat disimpulkan bahwa Hadis Muttawatir adalah berita hadis yang bersifat indrawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh banyak orang yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal menghukumi mustahil menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal itu berpijak untuk kebohongan.

             b. Syarat-Syarat Hadis Muttawatir.

  1. Diriwayatkan sejumlah orang banyak.Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini ada yang berpendapat bahwa syarat suatu hadis muttawatir adalah perawinya berjumlah 4 orang, 5 orang, 10 orang, 40 orang, dan ada yang berpendapat 70 orang bahkan 300 orang.
  2. Adanya keseimbangan antar perawi pertama pada thabaqat pertama dengan tabaqhat berikutnya.Jumlah perawi hadis muttawatir antara thabaqat (lapisan tingkatan) dengan thabaqat lainnya harus seimbang.
  3. Berdsarkan tanggapan panca indera.Berita mereka sampaikan itu benar-benar hasil pendengaran atau hasil penglihatannya sendiri.
  4. Mustahil bersepakat bohong.
    c. Pembagian Hadis Muttawatir.

A. Muttawatir Lafzhi.

            Hadis muttawatir Lafzhi adalah Hadis yang muttawatir lafal dan maknanya. Muttawatir lafzhi tidak diartikan mesti lafal dan redaksinya sama persis dari satu perawi dengan perawi yang lain, mungkin redaksi dan lafalnya berbeda tetapi satu makna dalam hukum dan makna yang ditunjuk jelas dan tegas. Sebagaimana dijelaskan oleh Tharir Al-jaza’iri dalam kitabnya Tawjih An-Nadzar yang dikutip oleh Hasbi Ash-Shiddiqy disebutkan definisi muttawatir lafzhi adalah :“hadis yang sesuai lafal para perawinya, baik dengan menggunakan satu lafal atau lafal lain yang satu makna dan menunjukkan kepada makna yang dimaksud secara tegas”.

            Di antara contoh hadis muttawatir lafzhi ini adalah sabda Rasulullah SAW:

“Barang siapa berbuat dusta terhadap diriku, hendaklah ia menempati neraka”.
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat.

B. Muttawatir Ma’nawi.

            Hadis Muttawatir Ma’nawi adalah Hadis yang maknanya muttawatir, tetapi lafalnya tidak. Ada juga yang mengatakan Hadis muttawatir adalah Hadis yang dinukilkan oleh sejumlah orang yang mustahil mereka sepakat berdusta atau karena kebetulan. Mereka menukilkan dalam berbagai bentuk, tetapi dalam suatu masalah atau mempunyai titik persamaan.Muttawatir Ma’nawi adalah sesuatu yang muttawatir maksud makna secara kongklusif, bukan makna dari lafalnya, makna lafal boleh berbeda antara beberapa periwayatan perawi, tetapi maksud kesimpulannya sama.

            Contoh hadis Muttawatir ma’nawi adalah :
Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa salat istiqa\’ dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya.\” (HR. Bukhari Muslim)
Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda.

C. Muttawatir ‘Amali

            Perbuatan dan pengamalan syari’ah islamiyah yang dilakukan oleh Nabi secara praktis dan terbuka kemudian disaksikan dan diikuti oleh para sahabat adalah muttawatir ‘amali. Sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulam sebagai berikut :
“sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa Nabi SAW mengerjakannya atau menyuruhnya, dan atau lain selain itu”.
           
            Hadis muttawatir ‘amali adalah sesuatuyang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah muttawatir antara ummat islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian ini sesuai dengan ta’rif ijma’.

            Contoh Hadis Muttamatir ‘Amali adalah :

Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat) rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya demikian.

            Para ulama ada juga membagi hadis tersebut kedalam dua macam saja, hadis muttamatir ‘amali menurut mereka masuk kedalam pembagian hadis muttamatir maknawi.

              d. Nilai Hadis Muttawatir

            Hadis muttawatir mempunyai nilai ilmu dharuri (yufid ila ‘ilmi al-dharuri), yakni keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberikan oleh hadis muttawatir tersebut, hingga membawa kepada keyakinan yang qathi’(pasti).

            Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa suatu hadis dianggap muttawatir oleh sebagian golongan lain dan kadang-kadang telah membawa keyakinan bagi suatu golongan tetapi tidak bagi golongan lain. Tidak ada perselisihan dikalangan para ulama tentang keyakinan faedah hadis muttawatir ini

            Al-Hafidz mengatakan : Khabar Muttawatir memberi faedah dharuri, seorang harus menerimanya dan tidak dapat menolak. Ilmu dharuri adalah ilmu yang tidak memerlukan pemikiran karena permasalahannya sudah jelas dan gamblang tanpa dipikir terlebih dahulu, seperti arah atas, bawah, kiri, dan kanan. Ilmu yang dihasilkan secara dharuri diyakini kebenarannya (ilmu yakin) dan pasti kebenarannya (qathi’) tidak ada keraguan. Hadis muttawatir dibenarkan isi beritannya tanpa penelitian dan pemeriksaan para periwayatannya.

            e. Kitab-kitab Hadis Muttawatir

  1. Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya Al-Suyuthi.
  2. Qathf Al-Azhar, karya As-Suyuthi merupakan resume buku diatas.
  3. Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Muttawatir, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani.
  4. Al-La’ali Al-Mutanatsirah fi Al-Hadits Al-Muttawatirah, karya Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi.
       2. Hadis Ahad
           a. Pengertian Hadis Ahad.

            Kata “âhâd bentuk jama’ dari ahad dengan makna wahid = satu, tunggal atau esa. Hadis atau khabar wahid berarti hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Menurut istilah, Hadis Ahad adalah :
“Hadis yang tidak memenuhi persyaratan hadis Muttawatir”.

            Para ulama juga mendifinisikan hadis ahad sebagai berikut :
Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam hadis mutawatir:

           b. Pembagian Hadis Ahad.

A. Hadis Masyhur.

            Dalam bahasa Arab kata masyhur berasal ﺸﻬﺮ - ﻴﺷﻬﺮ - ﺸﻬﺮﺓ diartikan tenar, terkenal, dan menampakkan. Menurut ulama Ushul :
“hadis yang diriwayatkan dari, sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran bilangan muttawatir, kemudian baru muttawatir setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka.

            Ada juga para ulama mendifinisikan dengan membagi hadis tersebut kedalam dua macam :
  1. Masyhur ishthilahi, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang lebih pada setiap tingkatan (thabaqah) pada beberapa tingkatan sanad tetapi tidak mencapai kriteria muttawatir.
  2. Masyhur Ghayr Ishthilahi, yaitu hadis yang populer pada ungkapan lisan (para ulama) tanpa ada persyaratan yang definitif.

            Hukum hadis masyhur baik isthilahi  atau ghair ishthilahi tidak seluruhnya dinyatakan shahih atau tidak shahih, akan tetapi tergantung kepada hasil penelitian atau pemeriksaan para ulama.

            1. Pembagian Hadis Masyhur.
            Dari segi populernya, hadis ini terbagi kepada beberapa kelompok, yaitu :
  • Mashyur dikalangan ahli hadis.
  • Masyhur dikalangan ulama ahli hadis, ulama-ulama lain, dan dikalangan orang umum.
  • Masyhur dikalangan ahli fiqih.
  • Masyhur dikalangan ahli Ushul Fiqh.
  • Masyhur dikalangan ahli sufi.
  • Masyhur dikalangan ulama-ulama Arab.
  • Dan lain-lain.
            2. Kitab-Kitab Hadis mayhur.
  • Al-Maqashid Al-hasanah fima Usytuhira ‘ala Al-Alsinah, karya As-Sakhawi.
  • Kasyfu Al-Khafa’ wa Muzil Al-Ilbas fima Usytuhira mi Al-Hadits ‚ala Alsinah An-Nas, karya Al-Ajaluni.
  • Tamyiz Ath-Thayyib min Al-Khabits fima Ydur ‚ala Alsinah An-Nas min Al-Hadits, karya Ibnu Ad-daiba Asy-Syaibani.
  • Al-Maqashid Al-Hasanah fi Al-Hadits Al-Masyhurah karangan Al-Hafidz Syams Al-Din Muhammad Bin ‚Abd Al-Rahman Al-Syakhawi.
  • Asna Al-Mathlib oleh Syekh Muhammad Bin Sayyid Barwisi.

B. Hadis ‘aziz.

            ‘Aziz berasal dari kata ‘Azza – ya’izzu yang berarti la yakadu yujadu atau qalla wa nadir (sedikit atau jarang adanya). Atau berarti kuat. Hadis diberi nama ‘aziz karena sedikit atau langka adanya atau terkadang posisinya menjadi kuat ketika didatangkan sanad lain.

            Dari sgi istilah terdapat beberapa definisi, salah satunya adalah :
“hadis yangsatu tingkatan (thabaqat) dari beberapa tingkat sanadnya terdapat dua orang perawi saja.
Menurut Mahmud Al-Thahhan, bahwa sekalipun dalam sebagai thabaqat terdapat perawinnya tiga orang atau lebih, tidak ada masalah, asalkan dari sebaggian thabaqat satu thabaqat yang jumlah perawinnya hanya dua orang.

            Hadis ‘aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang perawi pada seluruh tingkatan (thabaqat) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja. Hukum Hadis ‘aziz adakalanya sahih, hasan, dan da’if tergantung persyaratan yang terpenuhi, apakah memenuhi seluruh kriteria persyaratan hadis shahih atau tidak.

C. Hadis Gharib

            Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau al-ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabatnya). Kata gharib dalam bahasa Arab juga bersifat musyabbahah (serupa dengan isim fa’il atau isim maf’ul) yang berarti sendirian, terisolir jauh dari kerabat, perantau, asing, dan sulit dipahami.

            Menurut istilah adalah sebagai berikut:
“Hadis yang bersendiri seorang perawi dimana saja tingkatan (thabaqat) dari pada beberapa tingkatan sanad”.
Ulama ahli Hadis mendifinisikan hadis gharib sebagai berikut :
“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya.
Ibnu Hajar mendifinisikan sebagai berikut :
Hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian sanad itu terjadi.

            1. Pembagian Hadis Gharib.

            Dilihat dari bentuk penyidirian perawi, hadis gharib terbagi menjadi dua, yaitu :

a.Gharib Mutlak,

            Gharib Mutlak yaitu hadis yang gharabah-nya (perawi satu orang) terletek pada pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanad yaitu seorang sahabat. Dikategorikan sebagai gharib mutlak apabila apabila penyendirian itu mengenai personalianya, sekalipun penyendirian tersebut hanya terdapat dalam satu thabaqat.

b. Gharib Nisbi

            Gharib Nisbi (relatif), yaitu hadis yang terjadi gharabah (perawinya satu orang) ditengah sanad. Hadis ini penyendiriannya itu mengenai sifat atau keadaan tertentu dari seorang rawi. Penyendirian seperti ini, bisa terjadi berkaitan dengan keadilan dan kedhabitan  perawi atau mengenai tempat tinggal atau kota tertentu.

            Gharib nisbi terbagi tiga macam, yaitu :
  1. Muqayyad bi ats-tsiqah. Ke-gharib-an perawi hadis dibatasi pada sifat ke-tsiqah-an seorang atau beberapa orang perawi saja.
  2. Muqayyad bi al-balad. Sebutan ini diberikan kepada hadis yang hanya diriwayatkan oleh suatu penduduk tertentu sedang penduduk yang lain tidak meriwayatkannya.
  3. Muqayyad ‘ala ar-rawi. Periwyatan hadis ini dibatasi dengan perawi hadis tertentu.

          B. Hadis Ditinjau Dari Segi Kualitasnya.
                   1. Hadis Maqbul

          Maqbul menurut bahasa berarti ma’khuz (yang diambil) dan mushaddaq (yang dibenarkan atau diterima). Sedangkan menurut istilah Muhaditsin maqbul berarti “yang ditunjukkan oleh satu keterangan, bahwa Nabi SAW ada menyabdakannya, yakni adanya lebih berat dari tidak adanya. Terdapat juga definisi sebagai berikut :
“hadis yang sempurna padanya, syarrat-syarat penerimaan.

            Syarat-syarat penerimaan suatu hadis menjadi hadis yang maqbul berkaitan dengan sanadnya, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit, dan juga berkaitan dengan matannya tidak syadz dan tidak ber’illat.

            Dengan demikian hadi maqbul adalah hadis yang dapat diterima atau pada dasarnya dapat dijadikan hujjah dan panduan pengamalan syari’at.

2. Hadis Mardud

            Hadis mardud menurut bahasa berarti “yang ditolak” atau “yang tidak diterima”. Sedangkan menurut istilah adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul. Maksud tidak terpenuhinya persyaratan bisa terjadi pada sanad dan matan. Dengan demikian hadis mardud adalah hadis yang tidak dapat dijadikan hujjah.

            Menurut istilah muhaditsin Mardud berarti : “Sesuatu hadis yang tidak ditunjuki oleh sesuatu keterangan atas berat adanya dan tiada ditunjuki atas berat ketiadaanya, adanya dengan tidak adanya bersamaan”.

            Ditinjau dari segi maqbul dan mardud maka hadis dibagi menjadi tiga yaitu : Hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if.


            C. Hadis Shahih dan permasalahannya.
                   1. Pengertian Hadis Shahih.

            Shahih menurut bahasa lawan dari kata saqim (sakit). Menurut istilah hadis shahih adalah hadis yang dinukilkan atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat, dan tidak janggal.


                        2. Syarat-Syarat Hadis Shahih.

            1. Rawinya Bersifat ‘Adil

            Menurut Ibn Al-Sam’ani adilnya seorang rawi harus memenuhi syarat sebagai berikutt :
  • Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
  • Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
  • Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman dan mengakibatkan penyesalan.
  • Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan syara’

            Pengertian dan ketentuan adil dalam periwayatan berbeda dengan adil dalam kesaksian. Didalam persaksian (syahadah) dikatakan adil jika terdiri dari dua orang merdeka. Sedang dalam periwayatan cukup seorang saja, baik perempuan, budak atau merdeka.




            2. Kedhabithan Rawi

            Yang dimaksud dengan dhabith adalah orang yang terpelihara, kuat ingatannya, ingatannya lebih banyak daripada kesalahannya. Dhabith terdiri dari dua macam :
  1. Dahbith Al-Shadri, yakni seorang yang mempunyai daya haffal dan ingatan yang kuat serta daya faham yang tinggi, sejak dari menerima sampai kepada menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan dan dimana saja yang ia kehendaki.
  2. Dhabith Al-Kitab, yakni seorang yang dhabith atau cermat memelihara catatan atau buku yang ia terima.

            Unsur-unsur dhabith :
1.      Tidak pelupa.
2.      Hafal terhadap apa yang didektekan kepada muridnya bila ia memberikan hadis dengan hafalan, dan terjaga kitabnya dari kelemahan bila ia meriwayatkan hadis dengan kitabnya.
3.      menguasai apa yang diriwayatkan.

            Rawi yang adil dan dhabith disebut tsiqat.

            3. Musnad.

            Musnad yaitu muttashilnya sanad dan marfu’nya matan. Muttashil atau bersambung atau tidak putusnya sanad, yakni selamat dari keguguran, tiap-tiap rawi saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya (mengajarinya). Matan yang marfu’ artinya idhafah kepada Nabi SAW.

            4. Tanpa ‘Illat.

            ‘Illat Hadis ialah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan hadis.

            5. Tidak ada Kejanggalan.

            Kejanggalan hadis terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadis yang diriwayatkan


                        3. Macam-macam Hadis Shahih.

  1. Shahih Li Dzatihi.

            Shahih li dzatihi adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul secara sempurna, yaitu syarat yang menjadi shahihnya hadis tersebut.

  1. Shahih Li Ghairi.

            Shahih li ghairi adalah hadis yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat-sifat sebuah hadis maqbul.

                        4. Kehujjahan Hadis Shahih.

            Para ulama ahli hadis dan sebagian ulama ushul serat ahli fiqih sepakat menjadikan hadis shahih sebagai hujjah yang wajib beramal dengannya. Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qathi’, yaitu Al-Qur’an dan hadis muttawatir untuk menetapakan hal-hal yang berkaitan dengan aqidah dan tidak dengan hadis ahad.

            Martabat hadis shahih ini tergantung kepada kedhabithannya dan keadilan para perawinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhadditsin membagi tingkatan sanad menjadi tiga, yaitu :
  • Ashah al-asanad, yakni rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnmya.
  • Ahsanul al-asanid,yakni rangkaian sanad yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas.
  • Adh’aful al-asanid, yakni rangkaian sanad hadis yang tingkatannya kedua.

                      5. Tingkatan Hadis Shahih.

            Para ahli hadis menguraikan tingkatan-tingkatan hadis shahih, pada umumnya, secara berurutan sebagai berikut :
  • Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
  • Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri tanpa Muslim.
  • Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri tanpa Bukhari.
  • Hadis yang diriwayatkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari Muslim, meskipun Hadis tersebut tidak ditakhrijkan oleh keduanya.
  • Hadis yang diriwayatkan memenuhi syarat-syarat yang diteentukan oleh Bukhari, meskipun hadis tersebut tidak ditakhrijkan olehnya.
  • Hadis yang diriwayatkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Muslim, meskipun hadis tersebut tidak ditakhrijkan olehnya.
  • Hadis-hadis yang dishahihkan oleh selain Bukhari dan Muslim, meskipun tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bukhari dan Muslim.

             D. Hadis Hasan dan Permasalahnnya.
                   1. Pengertian Hadis Hasan.

            Hasan menurut bahas artinya baik dan bagus. Menurut istilah : “Hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang ‘adil, kurang dhabithnya, serta tidak ada syudzudz dan ‘illat yang berat didalamnya”.

            Perbedaan antara hadis Hasan dengan shahih terletak pada dhabit yang sempurna untuk hadis shahih dan dhabith yang kurang untuk hadis hasan. Kekuatan hukumnya :
Hadis hasan sama seperti hadis shahih dalam pemakiannya sebagai hujjah, walaupun kekuatannya lebih rendah dibawah hadis shahih. Semua ahli fikih, ahli hadis dan ahli ushul fikih menggunakan hadis hasan ini sebagai hujjah.

                        2. Syarat-Syarat Hadis Hasan.

            Secara rinci syarat-syarat hadis hasan sebagai berikut :
Ø  Sanadnya bersambung
Ø  Perawinya ‘adil
Ø  Perawinya dhabith, tetapi kualitas kedhabithannya dibawah kedhabithan hadis shahih.
Ø  Tidak terdapat kejanggalan atau syadz
Ø  Tidak ber’illat.

                        3. Macam-Macam Hadis Hasan.

A. Hadis Hasan li Dzatih.

            Hadis hasan li dzatihi diriwayatkan melalui jalan lain yang semisal dengannya, atau lebih kuat darinya. Dinamakan shahih ligharihi Karena keshaihannya bukan berasal dari sanad hadis itu sendiri, melainkan datang dari penggabungan riwayat lain. Kedudukannya lebih tinggi dari hasan li dzatihi dan masih dibawah shahih li dzatihi.

B. Hadis Hasan li Ghairihi.

            Hadis Hasan li ghairihi adalah hadis yang dha’if dikuatkan dengan beberapa jalan, dan sebab kedha’ifannya bukan karena kefasikan perawinya atau kedustaannya. Seperti satu hadis yang dalam sanadnya ada perawi yang mastu (tidak diketahui keadaanya), atau rawi yang kurang kuat hafalannya, atau rawi yang tercampur hafalannya karena tuannya, atau rawi  yang pernah keliru dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan dengan jalan lain yang sebanding dengannya, atau yang lebih kuat darinya. Hadis ini derajatnya lebih rendah dari pada hasan li dzatihi dan dapat dijadikan sebagai hujjah.





                        4. Tingkatan Hadis Hasan.

            Menurut Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip oleh ‘Ajjaj Al-Khatib, tingkatan yang paling tinggi adalah periwayatan dari Bahz ibn Hakim dari bapaknya, dari kakeknya; dari ‘Amr ibn Syu’aib dari bapaknya, dari kakeknya; dan Ibn Ishaq dari Al-Taymiy. Kemudian bila perawi mengatakan bahwa sebuah hadis itu “Shahih Al-Isnad” atau “Hasan Isnadnya”, maka itu belum menunjukkan shahih matannya atau hasan matannya.

                        5. Kehujjahan Hadis hasan.

            Jumhur mengatakan bahwa kehujjahan hasan seperti hadis shahih, walaupun derajatnya tidak sama. Bahkan ada segolongan ulama yang memasukkan hadis hasan ini kedalam hadis shahih. Para ulama yang membedakan kehujjahan hadis berdasarkan perbedaan kualitas, mereka lebih jauh membedakan ruthbah hadis-hadis tersebut berdasarkan kualitas para perawinya.

            E. Hadis Dha’if dan Pembahasannya.
                   1. Pengertian Hadis Dha’if

            Hadis Dha’if menurut bahasa berarti lemah, lawannya “qawi” yang berarti kuat. Menurut istilah Muhaditsin : “Hadis yang tidak sampai pada derajat hasan”.

            Jadi hadis dha’if itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis shahih, melainkan juga memenuhi syarat-syarat hadis hasan. Pada hadis dha’if itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.

                        2. Sebab-Sebab Hadis Dha’if Ditolak.
                                   
            A. Sanad Hadis.

  1. Ada kecacatan pada para perawinya baik meliputi keadilannya maupun kedhabithannya, yang diuraikan kedalam 10 macam:
·               Dusta, Hadis yang rawinya dusta disebut maudhu’.
·               Tertuduh dusta, Hadis yang rawinya tertuduh dusta disebut matruk.
·               Fasiq.
·               Banyak salah.
·               Lengah dalam menghafal, hadisnay disebut munkar.
·               Banyak wahamnya, hadisnya disebut mu’allal.
·               Menyalahi riwayat yang lebih tsiqqah atau dipercaya. Hadisnya disebut mudraj bila karena ada penambahan suatu sisiipan; disebut maqlub bila diputarbalikkan; disebut mudhtharib bila rawinya yang tertukar-tukar; disebut muharraf bila yang tertukar adalah huruf-syakal; dan disebut mushahhaf bila perubahan itu meliputi titik kata.
·               Tidak diketahui indetitasnya. Hadisnya disebut mubham.
·                Penganut bid’ah.
·               Tidak ada lafalnya. Hadisnya disebut hadis syadz dan mukhtalith.

  1. Sanadnya tidak bersambung.
·               Gugur pada sanad pertama. Hadisnya disebut hadis mu’allaq.
·               Gugur pada sanad terakhir (sahabat). Hadisnya disebut hadis mursal.
·               Gugur dua orang rawi atau lebih secara berurutan. Hadisnya disebut hadis mu’dhal.
·               Jika rawinya yang digugurkan tidak berturut-turut disebut hadis munqathi’.

            B. Matan hadis.

·               Hadis Mauquf
·               Hadis Maqthu’

                       
                        3. Macam-Macam Hadis Dha’if.

  1. Pada Sanad.
·               Dha’if karena tidak bersambung sanadnya.
1.      Hadis Munqathi’ adalah hadis yang gugur sanadnya disuatu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seorang yang tidak dikenal namanya.
2.      Hadis Mu’allaq adalah hadis yang rawinya seseorang atau lebih diawal sanadnya secara berturut-turut.
3.      Hadis Mursal adalah hadis yang gugur sanadnya setelah thabi’in.
4.      Hadis Mu’dhal adalah hadis yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara berturut-turut.
5.      Hadis Mudallas adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadis itu tidak bernnoda.

·               Dha’if karena tiadanya syarat ‘adil
1.      Al-Maudhu’ yaitu hadis yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta baik sengaja atuapun tidak sengaja.
2.      Hadis Matruk dan Hadis Munkar yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (tehadap hadis yang diriwayatkannya), atau tampak kefasikannya, baik pada perbuatannya atau perbuatannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu.

·               Dha’if karena tiada dhabit
1.      Mudraj adalah hadis yang menampilkan (redaksi) tambahan, pada hal bukan (bagian dari) hadis.
2.      Maqlub adalah hadis yang lafaz matannya tertukar oleh salah seorang perawi, atau seseorang pada sanadnya. Kemudian didahulukan dalam penyebutannya, yang seharusnya disebut belakangan, atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempet yang lain.
3.      Hadis Mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda-beda padahal dari satu perawi (yang meriwayatkan) dua atau lebih, atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditarjih).
4.      Hadis Mushahaf yaitu terjadinya perubahan redaksi hadis dan maknanya.

·               Dha’if dari segi matan.
1.      Hadis Mauquf adalah hadis yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik bersambung ataupun tidak.
2.      Hadis Maqthu’ adalah hadis yang diriwayatkan dari thabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain, bahwa hadis maqthu’ adalah perkataan atau perbuatan thabi’in.

                        4. Kemungkinan Hadis Dha’if menjadi Hadis Hasan

            Hadis dha’if bisa naik derajatnya menjadi Hasan bila satu riwayat dengan lainnya sama-sama saling menguatkan. Akan tetapi ketentuan ini tidak bersifat muthlaq. Ketentuan ini berlaku hanya bagi para perawi yang lemah hafalannya, akan tetapi kemudian ada hadis dha’if lain yang diriwayatkan oleh perawi yang sederajat pula. Hadis tersebut bisa naik derajatnya menjadi hasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar