Jumat, 06 Desember 2013

PENGANTIN SURGA


Corat-coret, dapet ide cerita seperti ini... mohon commentarnya... check it out...


Pagi hari itu, tidak jauh berbeda dengan pagi hari sebelumnya. Kulakukan kegiatanku seperti biasanya. Bangun pagi, shalat subuh dan bersiap-siap untuk pergi mengajar di suatu seekolah negri di kotaku. Kujalani hariku seperti biasanya. Tidak ada sedikitpun firasat-firasat akan hal-hal diluar dugaan akan terjadi.
            Saat mengajar, tiba-tiba handphoneku berdering, dan kulihat seseorang memanggil. Tidak biasanya dia menggangguku di pagi hari ini, karena dia tahu bahwa aku mengajar di pagi hari. Saiful, begitulah namanya. Aku mengenalnya sejak masa kuliah. Dia bukan teman satu perguruan denganku. Hanya saja dia seorang karyawan di sebuah perusahaan negara. Entah bagaimana kami bisa di pertemukan sehingga kami semakin akrab hingga sekarang ini.

            Sedangkan aku Rita, seorang pengajar mata pelajaran agama di sekolah menengah pertama yang letaknya tak terlalu jauh dari rumahku. Aku baru saja lulus kuliah dan mendapatkan kesempatan mengajar menjadi guru honorer di sekolah ini.
            Rasanya ingin ku reject penggilan tersebut, tapi malahan aku menerima panggilan itu.
            “Assalamu’alaikum….” Sapanya. ‘Wa’alaikum salam’. Jawabku.
            “Maaf, aku telah mengganggu tapi ini sangat sedikit urgent sehingga aku terpaksa menelponmu”. ku dengar dia mulai membuka pembicaraan.
            “Oh! Tidak apa-apa... emangnya ada apa ya?”
            “Begini, keluargaku akan menemui keluargamu sore ini untuk alasan silaturrahmi”.
            “Oh my god!” Dalam hatiku berkata, mimpi apa aku semalam. Aku hanya terdiam tidak menjawab apa-apa. Jantungku berdetak, tanganku mulai dingin. Tapi kenapa hatiku malah gembira mendengar kedatangannya.
            Dengan kaku aku jawab. “boleh… datang saja. Aku senang koq”. Kenapa aku bisa bilang seperti itu. Lalu dia menutup pembicaraan dan juga mengucapkan salam.
            Saat itu aku tidak bisa konsentrasi dengan kegiatanku. Pikiranku kacau, gerangan apakah dia ingin ketempatku bersama keluarganya. Kami jarang ketemu juga menelpon saja jarang. Tapi entah kenapa tiba-tiba dia ingin bersilaturrahmi dengan keluargaku. Namun, aku tidak bisa juga membendung kebahagiaanku saat itu.
            Siangnya aku menceritakan semuanya pada orangtuaku. Lalu mereka sibuk mempersiapkan kedatangan mereka. Aku pun tidak sabar akan datangnya sore.

**
            Sorepun tiba, dan mereka benar-benar datang. Layaknya menjamu tamu sperti biasa. Minuman dan makanan telah kami sediakan. Aku duduk ditengah orang tuaku. Kulihat dia berpenampilan seperti biasa, begitu juga orang tuanya. Mereka terlihat seperti dari keluarga sederhana. Lalu tanpa basa-basi ayahnya pun memulai pembicaraan.
            “Kami selaku orang tua saiful, sangat senang kalau kami sangat diterima atas kedatangan kami sore ini. Dalam hal ini kami bertujuan sangat ingin meyatukan keluarga kita dengan menjodohkan anak-anak kita”. Ayahnya berbicara seperti seorang direktur.
            Namun dengan mendengar hal itu rasanya lututku membeku, wajahku membeku. Aku tidak berani lagi menatap kedepan mereka. Aku menunduk, perasaanku bercampur gembira dan grogi akan hal yang aku hadapi.
            “Kami sangat senang kalau keluarga anda menerrima anak kami. Tapi ini tergantung pada anak kami”. Kudengar ayahku mulai berbicara dan kulihat ibuku pun mengangguk. Lalu aku pegang tangan ayahkudan akupun mengangguk. Ayahku tersenyum dan berkata, “baiklah dia sepertinya setuju”.
            Tanpa basa-basi mereka pun langsung menetapkan tanggal pernikahan, yaitu dua bulan kemudian. Rasanya aku ingin meloncat tinggi dan bergantung di lampu hias yang bergantung di ruang tamu rumahku. Perassanku penuh kegembiraan. Mengapa tidak, sebenarnya aku sudah sanggat mendambakan sejak kami bertemu. Tapi karena rasa malu seorang perempuan aku tak sanggup mengutarakannya.

**

            Setelah prosesi lamaran terjadi. Aku semakin hari semakin bersemangat. Hari-hariku jalani dengan penuh kesenangan hingga mendekati hari tanggal pernikahanku. Rasanya tak sabar akan hari itu. Di saat itulah aku melepaskan titel singleku menjadi seorang istri. Segala persiapan-persiapan pernikahanpun dilakukan. Dari undangan, walimah dan sebagainya. Tanpa disadari hari itu pun tiba.
            Rumahku terhias bagaikan sebuah istana kerajaan, pelaminan dan tenda-tenda diluar sangatlah indah terpasang. Akupun tak kalah dihias bagaikan seorang putri. Sebagian tamu telah hadir, termasuk teman-temanku. Mereka mengucapkan beribu-ribu selamat untukku. Mereka juga mengantarku keluar untuk mnemui tamu-tamu lain yang tidak sabar akan prosesi akad nikah.
Tepat jam Sebelas, segerombolan mobil pun datang. Tetapi bukan mobil pengantin yang datang. Malahan, mobil ambulan dengan di ikuti mobil lainnya. Semua para undangan bangun dan wajah dengan penuh penasaran. Kulihat para petugas ambulan mengeluarkan dua jenazah, termasuk jenazah saiful. Aku syok bukan main. Rasa perih tiba-tiba menyerang daerah hatiku. Jantungku rasanya ingin jatuh. Tanpa sadar penglihatanku hitam semua.
            Kudengar suara orangtuaku memanggil lembut namaku. “Rita, bangun sayang, kamu tak apa-apakan?”
Aku pun sadar, kulihat sekelilingku orang tua dan juga teman-temanku. Lalu aku pun sadar dengan apa yang aku lihat sebelumnya. Tangispun tak isa kubendung lagi di pelukkan ibuku.
            Mereka membawaku ke tempat jenazah saiful dan ayahnya, kulihat ibunya menangis sambil memeluk adik perempuan saiful yang berusia sekitar 20 tahun. Ibuku menjelaskan bahwa mobil pengantin jatuh kedalam jurang saat menuju kemari. Aku tidak terlalu menghiraukan kata-kata ibuku. Rasa sedih tak bisa kusembunyikan lagi dengan tumpahan air mataku.
“Kenapa kamu mengubah kebahagiaan menjadi kesedihan? Tidakkah kau menyayangiku?” tangisan tak bisa aku bending lagi.
“Sabar sayang, semua ini kehendak Allah”. Ibuku mencoba menghiburku. Namun, Tiba-tiba aku merasa badanku terserang demam.
            Pada hari itu para tamu yang berniat datang untuk menghadiri pernikahan, malah mereka datang untuk menghadiri layatan jenazah. Pakaian pengantinpun aku ganti dengan baju muslim biasa. Aku terduduk lesu di sudut dekat pelaminan. Tubuhku mulai demam, dan rasanya ingin muntah, tapi aku tahan.
            Atas keinginanku pelayatan jenazah dilakukan dirumahku. Setelah prosesi pemakaman  aku pun tak sanggup lagi berbuat apa-apa, setelah shalat ashar akupun ke kamar untuk istirahat. Tubuhku sekarang mengalami demam yang tinggi. Melihat keadaan ini orangtuaku menyaranku untuk pergi ke praktek dokter, setelah magrib nanti. Aku menolaknya, dengan memberi alasan aku hanya capek dan ingin istirahat hingga isya. Namun, aku baru bisa tertidur pulas setelah shalat Isya.
            Aku melihat diriku menggunakan gaun putih pengantin yang sangat indah dan berada dalam sebuah masjid yang juga sangat indah, sebelumnya aku tidak pernah melihat masjid ini. Semuanya serba putih bersih bagaikan mutiara. Dekorasi mesjid seperti sebuah istana yang sangat megah, dengan tempat imamnya berbentuk bagaikan mahligai kerajaan. Kulihat dalam masjid calon suamiku dan ayahnya dan beberapa orang yang tak ku kenal, mereka semua berpakaian serba putih. Lalu beberapa orang wanita berpakaian putih dengan wajah berseri-seri menuntunku ke tempat pas samping mempelai laki-laki, dan prosesi akad nikah pun terjadi.
Namun, tiba-tiba aku berteriak karena semua pergi dan kembali gelap. Aku pun terjaga, rupanya hanyalah mimpi, kulihat ibuku sudah ada di sampingku karena tadi terdengar suara bahwa aku berteriak, kulihat jam sudah jam lima subuh. Lalu akupun bercerita apa yang aku lihat di dalam mimpi tadi, ibuku pun menangis. Aku bingung kenapa ibu menangis. Sebelum aku sempat bertanya, tiba-tiba tubuhku kaku, dan terasa sakit yang sangat. Tubuhku menegang dan rasanya daging dikoyak-koyak, aku mendengkur sambil mengucap tasbih. Aku pun terbangun dengan dua orang berdiri disampingku yang tidak ku kenal sama sekali. Kulihat ibuku menangis di samping tubuhku.
“Maafkan aku ibu, waktuku telah datang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar