Corat-coret, dapet ide cerita seperti ini... mohon commentarnya... check it out...
Pagi
hari itu, tidak jauh berbeda dengan pagi hari sebelumnya. Kulakukan kegiatanku
seperti biasanya. Bangun pagi, shalat subuh dan bersiap-siap untuk pergi
mengajar di suatu seekolah negri di kotaku. Kujalani hariku seperti biasanya.
Tidak ada sedikitpun firasat-firasat akan hal-hal diluar dugaan akan terjadi.
Saat mengajar, tiba-tiba handphoneku
berdering, dan kulihat seseorang memanggil. Tidak biasanya dia menggangguku di
pagi hari ini, karena dia tahu bahwa aku mengajar di pagi hari. Saiful,
begitulah namanya. Aku mengenalnya sejak masa kuliah. Dia bukan teman satu
perguruan denganku. Hanya saja dia seorang karyawan di sebuah perusahaan
negara. Entah bagaimana kami bisa di pertemukan sehingga kami semakin akrab
hingga sekarang ini.
Sedangkan aku Rita, seorang pengajar
mata pelajaran agama di sekolah menengah pertama yang letaknya tak terlalu jauh
dari rumahku. Aku baru saja lulus kuliah dan mendapatkan kesempatan mengajar
menjadi guru honorer di sekolah ini.
Rasanya ingin ku reject penggilan
tersebut, tapi malahan aku menerima panggilan itu.
“Assalamu’alaikum….” Sapanya.
‘Wa’alaikum salam’. Jawabku.
“Maaf, aku telah mengganggu tapi ini
sangat sedikit urgent sehingga aku terpaksa menelponmu”. ku dengar dia mulai
membuka pembicaraan.
“Oh! Tidak apa-apa... emangnya ada
apa ya?”
“Begini, keluargaku akan menemui
keluargamu sore ini untuk alasan silaturrahmi”.
“Oh my god!” Dalam hatiku berkata,
mimpi apa aku semalam. Aku hanya terdiam tidak menjawab apa-apa. Jantungku
berdetak, tanganku mulai dingin. Tapi kenapa hatiku malah gembira mendengar
kedatangannya.
Dengan kaku aku jawab. “boleh…
datang saja. Aku senang koq”. Kenapa aku bisa bilang seperti itu. Lalu dia
menutup pembicaraan dan juga mengucapkan salam.
Saat itu aku tidak bisa konsentrasi
dengan kegiatanku. Pikiranku kacau, gerangan apakah dia ingin ketempatku
bersama keluarganya. Kami jarang ketemu juga menelpon saja jarang. Tapi entah
kenapa tiba-tiba dia ingin bersilaturrahmi dengan keluargaku. Namun, aku tidak
bisa juga membendung kebahagiaanku saat itu.
Siangnya aku menceritakan semuanya
pada orangtuaku. Lalu mereka sibuk mempersiapkan kedatangan mereka. Aku pun
tidak sabar akan datangnya sore.
**
Sorepun tiba, dan mereka benar-benar
datang. Layaknya menjamu tamu sperti biasa. Minuman dan makanan telah kami
sediakan. Aku duduk ditengah orang tuaku. Kulihat dia berpenampilan seperti
biasa, begitu juga orang tuanya. Mereka terlihat seperti dari keluarga
sederhana. Lalu tanpa basa-basi ayahnya pun memulai pembicaraan.
“Kami selaku orang tua saiful,
sangat senang kalau kami sangat diterima atas kedatangan kami sore ini. Dalam
hal ini kami bertujuan sangat ingin meyatukan keluarga kita dengan menjodohkan
anak-anak kita”. Ayahnya berbicara seperti seorang direktur.
Namun dengan mendengar hal itu
rasanya lututku membeku, wajahku membeku. Aku tidak berani lagi menatap kedepan
mereka. Aku menunduk, perasaanku bercampur gembira dan grogi akan hal yang aku
hadapi.
“Kami sangat senang kalau keluarga
anda menerrima anak kami. Tapi ini tergantung pada anak kami”. Kudengar ayahku
mulai berbicara dan kulihat ibuku pun mengangguk. Lalu aku pegang tangan
ayahkudan akupun mengangguk. Ayahku tersenyum dan berkata, “baiklah dia
sepertinya setuju”.
Tanpa basa-basi mereka pun langsung
menetapkan tanggal pernikahan, yaitu dua bulan kemudian. Rasanya aku ingin
meloncat tinggi dan bergantung di lampu hias yang bergantung di ruang tamu
rumahku. Perassanku penuh kegembiraan. Mengapa tidak, sebenarnya aku sudah
sanggat mendambakan sejak kami bertemu. Tapi karena rasa malu seorang perempuan
aku tak sanggup mengutarakannya.
**
Setelah prosesi lamaran terjadi. Aku
semakin hari semakin bersemangat. Hari-hariku jalani dengan penuh kesenangan
hingga mendekati hari tanggal pernikahanku. Rasanya tak sabar akan hari itu. Di
saat itulah aku melepaskan titel singleku menjadi seorang istri. Segala
persiapan-persiapan pernikahanpun dilakukan. Dari undangan, walimah dan
sebagainya. Tanpa disadari hari itu pun tiba.
Rumahku terhias bagaikan sebuah
istana kerajaan, pelaminan dan tenda-tenda diluar sangatlah indah terpasang.
Akupun tak kalah dihias bagaikan seorang putri. Sebagian tamu telah hadir,
termasuk teman-temanku. Mereka mengucapkan beribu-ribu selamat untukku. Mereka
juga mengantarku keluar untuk mnemui tamu-tamu lain yang tidak sabar akan
prosesi akad nikah.
Tepat
jam Sebelas, segerombolan mobil pun datang. Tetapi bukan mobil pengantin yang
datang. Malahan, mobil ambulan dengan di ikuti mobil lainnya. Semua para
undangan bangun dan wajah dengan penuh penasaran. Kulihat para petugas ambulan
mengeluarkan dua jenazah, termasuk jenazah saiful. Aku syok bukan main. Rasa
perih tiba-tiba menyerang daerah hatiku. Jantungku rasanya ingin jatuh. Tanpa
sadar penglihatanku hitam semua.
Kudengar suara orangtuaku memanggil
lembut namaku. “Rita, bangun sayang, kamu tak apa-apakan?”
Aku
pun sadar, kulihat sekelilingku orang tua dan juga teman-temanku. Lalu aku pun
sadar dengan apa yang aku lihat sebelumnya. Tangispun tak isa kubendung lagi di
pelukkan ibuku.
Mereka membawaku ke tempat jenazah
saiful dan ayahnya, kulihat ibunya menangis sambil memeluk adik perempuan
saiful yang berusia sekitar 20 tahun. Ibuku menjelaskan bahwa mobil pengantin
jatuh kedalam jurang saat menuju kemari. Aku tidak terlalu menghiraukan
kata-kata ibuku. Rasa sedih tak bisa kusembunyikan lagi dengan tumpahan air
mataku.
“Kenapa
kamu mengubah kebahagiaan menjadi kesedihan? Tidakkah kau menyayangiku?”
tangisan tak bisa aku bending lagi.
“Sabar
sayang, semua ini kehendak Allah”. Ibuku mencoba menghiburku. Namun, Tiba-tiba
aku merasa badanku terserang demam.
Pada hari itu para tamu yang berniat
datang untuk menghadiri pernikahan, malah mereka datang untuk menghadiri
layatan jenazah. Pakaian pengantinpun aku ganti dengan baju muslim biasa. Aku
terduduk lesu di sudut dekat pelaminan. Tubuhku mulai demam, dan rasanya ingin
muntah, tapi aku tahan.
Atas keinginanku pelayatan jenazah
dilakukan dirumahku. Setelah prosesi pemakaman
aku pun tak sanggup lagi berbuat apa-apa, setelah shalat ashar akupun ke
kamar untuk istirahat. Tubuhku sekarang mengalami demam yang tinggi. Melihat
keadaan ini orangtuaku menyaranku untuk pergi ke praktek dokter, setelah magrib
nanti. Aku menolaknya, dengan memberi alasan aku hanya capek dan ingin
istirahat hingga isya. Namun, aku baru bisa tertidur pulas setelah shalat Isya.
Aku melihat diriku menggunakan gaun
putih pengantin yang sangat indah dan berada dalam sebuah masjid yang juga
sangat indah, sebelumnya aku tidak pernah melihat masjid ini. Semuanya serba
putih bersih bagaikan mutiara. Dekorasi mesjid seperti sebuah istana yang
sangat megah, dengan tempat imamnya berbentuk bagaikan mahligai kerajaan.
Kulihat dalam masjid calon suamiku dan ayahnya dan beberapa orang yang tak ku
kenal, mereka semua berpakaian serba putih. Lalu beberapa orang wanita
berpakaian putih dengan wajah berseri-seri menuntunku ke tempat pas samping mempelai
laki-laki, dan prosesi akad nikah pun terjadi.
Namun,
tiba-tiba aku berteriak karena semua pergi dan kembali gelap. Aku pun terjaga,
rupanya hanyalah mimpi, kulihat ibuku sudah ada di sampingku karena tadi
terdengar suara bahwa aku berteriak, kulihat jam sudah jam lima subuh. Lalu
akupun bercerita apa yang aku lihat di dalam mimpi tadi, ibuku pun menangis.
Aku bingung kenapa ibu menangis. Sebelum aku sempat bertanya, tiba-tiba tubuhku
kaku, dan terasa sakit yang sangat. Tubuhku menegang dan rasanya daging
dikoyak-koyak, aku mendengkur sambil mengucap tasbih. Aku pun terbangun dengan
dua orang berdiri disampingku yang tidak ku kenal sama sekali. Kulihat ibuku
menangis di samping tubuhku.
“Maafkan
aku ibu, waktuku telah datang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar